Pemerintah Harus Menghentikan Kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa

head_pr_telapak

Bogor, 28 Oktober 2011. Breaking News: Hari ini, Jumat 28 Oktober 2011, pukul 12.00 WITA, dua kelompok warga Dayak Benuaq nyaris bentrok terkait dengan pembebasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Kawasan adat milik warga Muara Tae digusur paksa oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa dengan buldozer-buldozer, dijaga oleh aparat keamanan setempat. Telapak mendesak pemerintah untuk menjaga kerukunan warga Dayak Benuaq dan mempertahankan hutan adat dengan menghentikan kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.

Sejak belasan tahun lalu, Muara Tae, sebuah kampung yang terletak di Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur terdesak dan terancam oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara. Beberapa hari ini, salah satu perusahaan perkebunan yaitu PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menggusur paksa lahan warga. Penggusuran dilakukan setelah perusahaan tersebut membeli lahan sengketa seluas 638 hektar dari beberapa warga Desa Ponak. Sengketa terjadi antara dua komunitas Dayak Benuaq yang tinggal bersebelahan di dua desa yaitu Desa Muara Tae, Kecamatan Jempang dan Desa Ponak, Kecamatan Siluq Ngurai.

Masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara telah menimbulkan permasalahan ekologis dan sosial di kawasan adat Dayak Benuaq. Hingga saat ini, terdapat setidaknya lima perusahaan yang sedang dan akan beroperasi di kawasan adat Muara Tae. Petrus Asuy, salah satu tokoh masyarakat di Muara Tae mengatakan, “Hutan dan kebun kami habis, hubungan keluarga, kesepakatan dan persatuan pun terpecah-belah. Kini warga Dayak telah bersitegang dan diadu-domba satu sama lain.“

Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, mengatakan, “Kesalahan penentuan batas-batas administrasi oleh pemerintah menjadi sumber konflik karena tidak menghormati sejarah dan tatanan adat yang masih berlaku. Dalam hal ini, kebijakan Bupati Kutai Barat tidak mempertimbangkan batas-batas alam yang sudah berlaku secara adat turun temurun.”

Telapak mendesak pemerintah untuk menjaga kerukunan warga Dayak Benuaq yang kini terpecah-belah dengan hadirnya perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Telapak mendukung penuh segala upaya masyarakat adat Dayak Benuaq dalam mempertahankan hutan dan kawasan adatnya.

Ambrosius Ruwindrijarto, Ketua Telapak menegaskan, “Penggusuran lahan secara paksa oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menghancurkan hutan, melanggar hak asasi manusia dan tidak menghargai kedaulatan masyarakat adat. Penggusuran ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai Konvensi PBB tentang masyarakat adat. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menghentikan kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.”

Kontak:

Ambrosius Ruwindrijarto, Ketua Telapak
mbajing@telapak.org atau 08111102208

Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
abdon.nababan@aman.or.id atau 0811111365

Sheila Kartika, Kontak Media
sheila@telapak.org atau 0856-887-1996

CATATAN EDITOR:

  • Muara Tae merupakan sebuah kampung yang terletak di Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur.  Sejak tahun 1971, sumber daya alam di Jempang telah dieksploitasi oleh PT Sumber Mas dari tahun 1971-1975, 1983-1985, dan 1991-1992. Pada tahun 2007, masuk PT London Sumatra yang beroperasi hingga saat ini. Pada tahun 1996/1997 PT Gunung Bayan Pratama Coal memulai eksplorasi dan eksploitasi juga beroperasi hingga saat ini. Pada tahun 2010, PT Borneo Surya Mining Jaya masuk dan sampai saat ini masih beroperasi di Jempang.
  • Pada tahun 2000, Telapak telah mengeluarkan laporan “Menanam Bencana” yang mengekspos ekspansi perkebunan sawit PT London Sumatra merupakan bukti nyata perusakan kehidupan ekologis, budaya, dan sosial di Jempang, Muara Pahu, dan Bongan.
  • Terjadi konflik berkepanjangan (sejak tahun 1992) mengenai tata-batas desa antara warga Desa Muara Tae dengan Desa Lemponak.  Warga Muara Tae telah menolak batas administrasi desa yang dimanipulasi dan akhirnya menjadi versi BPN (tahun 2006).
  • Lima perusahaan yang sedang dan akan beroperasi di Muara Tae adalah PT Gunung Bayan Pratama Coal, PT Borneo Surya Mining Jaya, PT London Sumatra TBK, PT Kencana Wisto, dan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.
  • Deklarasi PBB tentang hak-hak Masyarakat Adat menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki hak menentukan nasib sendiri; hak atas tanah, wilayah dan sumber daya; dan persetujuan tanpa paksaan (Free, Prior and Informed Consent/FPIC) untuk menentukan apakah suatu proyek dapat dilaksanakan atau ditolak.