Grup Sertifikasi TELAPAK untuk Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Komunitas

TELAPAK | Bogor – Kendala yang dihadapi petani hutan rakyat untuk dapat memiliki “Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari” direspon oleh TELAPAK dengan mendorong lahirnya Grup Sertifikasi (Certification Group) untuk hasil hutan kayu. Diskusi untuk menyusun rencana aksi Grup Sertifikasi ini dilangsungkan di Bogor, pada 13-14 Agustus 2015.

Silverius Oscar Unggul paparkan konsep Grup Sertifikasi
Silverius Oscar Unggul paparkan konsep Grup Sertifikasi Telapak

“Grup Sertifikasi dapat dipakai oleh siapa saja, sepanjang memenuhi standar dan kriteria yang ditetapkan”, ujar Silverius Oscar Unggul, koordinator program Community Logging TELAPAK.

Ia menjelaskan, bahwa dengan adanya Grup Sertifikasi maka cukup dibutuhkan satu sertifikasi yang dapat dipakai bersama-sama, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk sertifikasi lebih ringan karena ditanggung bersama pula.

I Gusti Agus Eka Putra, auditor Sertifikasi Hutan Lestari, yang turut hadir dalam diskusi ini menjelaskan, bahwa selama ini individu atau kelompok tani kesulitan dalam mengikuti mekanisme sertifikasi hutan lestari karena biaya yang dibutuhkan untuk memperolehnya sangat mahal.

Mahalnya biaya sertifikasi ini menyebabkan tidak semua unit pengelolaan hutan yang dimiliki masyarakat dapat memperoleh sertifikat ini. Hanya pernah ada 2 unit pengelolaan hutan berbasis masyarakat/komunitas yang memiliki sertifikat, yakni Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) di Konawe Selatan dan Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) di Kulonprogo.

Diskusi Grup Sertifikasi TELAPAK
Diskusi Grup Sertifikasi TELAPAK

Melalui Grup Sertifikasi ini, biaya mahal yang dikeluarkan untuk mengurus sertifikasi akan ditanggung bersama oleh anggota grup atau kelompok yang tergabung. Dengan semakin banyaknya anggota dan semakin besarnya jumlah produksi kayu, maka rataan biaya sertifikasi per-m3 yang dikeluarkan untuk sertifikasi akan menjadi lebih murah.

“Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah menyiapkan pasar. Jangan sampai sudah memperoleh sertifikasi, tetapi terkendala dalam memasarkan hasil kayunya”, pungkas Agus.